Popular Products
- Aplikasi Berbasis Pendidikan
- Kompetisi Cerdas Cermat Online se-Jatim 2
- Kode Warna HTML
- Kisah Bunga Mawar
- Bocah Sebelas Tahun Jadi Tulang Punggung Keluarga
- Apa Itu Paypal?
- Pengalamanku menggunakan Game For Smart
- Masalah Adalah Hadiah
- Mengapa Soekarno Memilih Tanggal 17 Untuk Proklamasi ?
- Kisah Mbah Lan di Pulau Bali
Cool Blogs
Sample Text
Text Widget
Blog Archive
-
▼
2013
(15)
-
▼
February
(10)
- Kisah Bunga Mawar
- Apa Itu Paypal?
- Mengapa Soekarno Memilih Tanggal 17 Untuk Proklama...
- Masalah Adalah Hadiah
- Bocah Sebelas Tahun Jadi Tulang Punggung Keluarga
- Kisah Mbah Lan di Pulau Bali
- The power of No!
- Sekantong Bibit Kacang Tanah
- Meski Tubuh Tidak Sempurna, Hantarkan Anak ke Perg...
- Ibu dan Cintanya yang Tidak Pernah Habis
-
▼
February
(10)
Blogger Profile
Explore The Archive
-
▼
2013
(15)
- ► March (1)
-
▼
February
(10)
- Kisah Bunga Mawar
- Apa Itu Paypal?
- Mengapa Soekarno Memilih Tanggal 17 Untuk Proklama...
- Masalah Adalah Hadiah
- Bocah Sebelas Tahun Jadi Tulang Punggung Keluarga
- Kisah Mbah Lan di Pulau Bali
- The power of No!
- Sekantong Bibit Kacang Tanah
- Meski Tubuh Tidak Sempurna, Hantarkan Anak ke Perg...
- Ibu dan Cintanya yang Tidak Pernah Habis
- ► January (4)
Blogger Templates
Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar. Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil tempat mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik, dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan, selalu saja tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada kita untuk dirawat. Tuhan lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan merekah.
Namun sayang, banyak dari kita yang hanya melihat “duri” yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi buruk dari kita yang akan berkembang. Kita sering menolak keberadaan kita sendiri. Kita kerap kecewa dengan diri kita dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya hal-hal yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk menyirami” hal-hal baik yang sebenarnya telah ada. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita tak pernah memahami potensi yang kita miliki.
Banyak orang yang tak menyangka, mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak menyadari, adanya mawar itu. Kita, kerap disibukkan dengan duri-duri kelemahan diri dan onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lain lah yang kadang harus menunjukannya.
Jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk membuatnya akan membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan diri kita tentang mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.
Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati. Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin, ya, mungkin, kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi janganlah itu membuat kita bersedih nestapa.
Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam hatimu. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaan-Nya. Biarkan tangkai-tangkainya memegang teguh harapan dan impianmu. Biarkan putik-putik yang dikandungnya menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu kepada setiap orang yang kita temui, dan biarkan mereka juga menemukan keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa mereka. Sampaikan salam-salam itu, agar kita dapat menuai bibit-bibit mawar cinta itu kepada setiap orang, dan menumbuh-kembangkannya di dalam taman-taman hati kita.
“Aku sayang samo ibu. Aku ndak membahagiakan ibu. Kasian ibu baru keluar dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ),” ujar anak usia 11 tahun, M Kelvin, lirih. Ia tak sanggup menahan air matanya, saat menceritakan kisahnya kepada penulis, Rabu (28/12). M Kelvin, siswa kelas V SDN 06 Kelurahan Banyumas, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu ini sudah menjadi tulang punggung keluarga sepeninggal ayahnya, karena menikah lagi dengan perempuan lain.
Kelvin, panggilan akrabnya, bukanlah anak biasa seperti anak-anak lain pada umumnya. Meski ia baru menginjak usia 11 tahun, tetapi ia sudah menjadi sosok yang dewasa. Kemiskinan dan keadaan keluarga telah memaksanya sehingga menjadi tulang punggung dalam keluarga.
Ibu Kelvin, Deti Delita (26) sebelumnya, berjualan pakaian keliling dari desa ke desa. Namun, sejak berpisah dengan suami tercintanya sejak 3 tahun lalu, lama kelamaan Deti mengalami gangguan kejiawaan. Sehingga harus di rawat di RSJKO Bengkulu, karena depresi berat. Selama di rawat di RSJ, Kelvinlah yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. “Ibu sempat di rawat di RSJ beberapo bulan. Baru 3 bulan kemarin ibu sembuh, makonyo bisa ngawankan aku jualan,” cerita Kelvin.
Hingga saat ini, ujar Kelvin, ibunya harus mengkonsumsi obat setiap hari. Beruntung, Kelvin terdaftar di Jamkesmas, sehingga biaya pengobatan dan obat-obatan bisa gratis. “Ibu harus minum obat tiap hari biar tenang pikirannyo. Alhamdulillah, biayanyo gratis kareno ibu ikut Jamkesmas,” tutur Kelvin.
“Peyek pak,” kata Kelvin sesekali, menawarkan peyek dagangannya itu kepada orang yang melintas di tengah-tengah perbincangan kami.
Dilanjutkannya, setiap hari ia selalu berdoa agar diberikan rejeki dari Tuhan, agar bisa meringan beban orang tuanya. Kelvin sangat berharap memiliki rumah sendiri, agar kehidupan keluarganya bisa sedikit lebih tenang. Selama ini Kelvin tinggal di rumah sewahan, dibawah rumah panggung di Gg Pakuwindu Kelurahan Talang Rimbo Baru. Di rumah kontrakan itu ia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Neneknya sehari-hari mengambil upahan cuci pakaian dan kakeknya sebagai buruh bangunan. Serta adik kandungnya, Raihan yang masih bersekolah di PAUD Wijaya Kusuma.
“Kalau laku galo satu toples, aku dapat duit Rp 20.000 kadang dapat Rp 10.000. Setiap hari aku berusaha nabung, untuk ibu duitnyo kelak,” cerita Kelvin, seraya mengatakan, jika sedang sekolah ia berjualan sejak pulang sekolah hingga sore hari. Namun, disaat musim liburan ini, ia mulai berjualan dari pukul 09.00 WIB hingga siang pukul 13.00 WIB. “Aku malu ndak minta modal kek Bupati. Tapi, kalau ado modal, aku ndak beli pakaian untuk dijual lagi. Jadi ibu bisa jualan pakaian lagi. Kini, sementaro ngawankan aku jualan peyek,” imbuhnya.
Berjualan peyek keliling terkadang ia sering mendapat ejekan dari teman-teman sekolahnya. Tetapi, ejekan itu tidak menjadikan ia malu apalagi patah arang. Karena yang ada dibenaknya ialah, bagaimana cara membahagiakan orang tuanya. “Aku ngomong samo kawan aku. Emangnyo kamu yang ngasih aku makan? tutur Kelvin setengah kesal.
Terkahir Kelvin mengetahui keberadaan sang ayah saat ini bekerja di Kota Bengkulu. Kelvin sangat berharap agar keluarganya bisa utuh kembali utuh seperti sedia kala. “AKu rindu cak dulu lagi, bisa kumpul samo ayah, ibu kek adek. Kalau bisa ayah balik lagi kek kami,” harap Kelvin berkaca-kaca.
Kalau sudah besar, Kelvin bercita-cita menjadi Polisi. Namun, yang menjadi beban pikirannya saat ini, beberapa tahun ke depan saat ia lulus SD dan masuk SMP. “Biaya masuk SMP itukan besak. Aku belum tahu, apo aku ado biaya apo idak. Mudah-mudahan ado sekolah yang bisa gratis,” pungkasnya.
Pria berperawakan mungil ini sudah lebih dari 40 tahun bermukim di Bali, awalnya jadi pencari bibit udang di Gilimanuk, kemudian menjadi tukang gali kabel di Tabanan, dan sejak 30 tahun tinggal di sekitar Badung, Sanur, Nusa Dua dan Kuta.
“Saya ke Bali ketika bus masih bertarip Rp 5.000 sekali jalan dari Jember sampai Ubung, tapi saya hanya berani sampai di Gilimanuk biar gampang pulangnya,” tutur Mbah Lan, 78 tahun. Bagi lelaki kebanyakan, usia seperti itu sudah termasuk sepuh, lansia, manula dan julukan uzur lainnya. Tapi bagi Mbah Lan yang asli kelahiran Lumajang ini, usia tua bukan sekedar buat merenungi kejayaan masa muda sambil membayangkan surga. Dia tetap setiap subuh berkeliling ke seantero Kuta, mulai dari pantai, resto, bar, discotik dijelajahinya. Di pantai dia akan memunguti seluruh kaleng minuman yang terbuat dari aluminium. Sedangkan di depan tempat hiburan malam dia akan memunguti plastik gelas, kardus, atau benda yang bisa dimanfaatkan.
“Ketika aluminium mencapari Rp 25.000 sekilo, saya bisa mendapatkan Rp 300.000 dalam semalamnya, karena kaleng minuman yang saya temukan tiap malamnya bisa satu kwintal,” tutur Mbah Lan. Dia akrab dipanggil Mbah Lan karena kebiasaannya kemana mana selalu berjalan.
Cucunya sudah 10, anaknya ada 5 orang dan ada cucunya yang sudah punya anak, artinya Mbah Lan sudah punya buyut atau cicit.
Namun dia tak menyerah dengan usia rentanya, sejak subuh hari sampai menjelang tengah hari dia tetap berkeliling di seantero Kuta. Bila ada orang yang menyuruhnya menggali got, atau sekedar membersihkan rumput dia akan dengan senang hati membantu asal diberikan sampah baik berupa majalah, kardus atau kaleng minuman.
“Biasanya bule yang tinggal di kontrakan menyuruh membersihkan kebun atau halaman belakang, ongkosnya ya kaleng atau botol, kadang diberi dollar,” tutur Mbah Lan. Mbah Lan tidak pernah merasa terhina dengan pekerjaannya sebagai penguras got, pemungut sampah atau penggali wc. Karena menurutnya semua pekerjaan sepahit apapun bila sudah mendapatkan ongkosnya berupa uang dia akan berubah menjadi manis. Dan dari pekerjaannya sebagai pemungut sampah di Kuta selama ini dia bisa membahagiakan keluarga dan seluruh anak dan cucunya. Semua mereka bisa berkembang menurut keinginannya berkat hasil kerja keras Mbah Lan berakrab ria dengan sampah.
Anaknya ada yang bekerja di pabrik mesin di Batam. Cucunya ada yang jadi pemborong di Kalimantan. Semua sukses berkat kerja keras Mbah Lan selama bertahun tahun menjadi pemungut sampah di Kuta. Sebuah kawasan wisata paling kondang, ikon pariwisata dunia yang terkenal sangat elite dan biaya hidup sangat tinggi.
Di Kuta Mbah Lan dia tidak membayar kontrakan khusus selama ini, dia cukup merawat kebon pisang, membersihkan rumput liar yang banyak tumbuh sekitar kediamannya. Si pemilik tanah kemungkinan tak tega memungut biaya untuk ongkos tinggal Mbah Lan.
“Mulai dari ayah, kakek dan mertua pemilik tanah sudah akrab dengan saya jadi saya tak dipungut bayaran sepeserpun,” tuturnya. Dengan cara seperti itulah dia mencoba hidup deengan sangat bersahaja. Sementara orang lain mesti membayar semua hal termasuk untuk sekedar buang air, Mbah Lan melakukan semuanya tanpa bayar.
Malahan untuk mengerjakan hal paling sederhana misalnya membersihkan got dia dibayar mahal. Sedangkan dari memunguti sampah sedari subuh sampai siang hari bolong dia memperoleh tak kurang dari Rp 3 juta dalam sebulan. Perinciannya adalah Rp 1 juta dari kaleng aluminium, Rp 500.000 dari kardus, Rp 1,5 juta dari besi bekas dan gelas plastik. Dan dia tak perlu memotong penghasilannya itu untuk kontrak rumah, atau makan 3 kali sehari.
Karena ada saja warung yang berbaik hati memberinya sepiring nasi dengan syarat dia membersihkan piring atau mengemasi aneka macam kotoran di warung langganannya.
Mempunyai tubuh yang tidak sempurna, bukan berarti menjadi alasan untuk menyerah kepada nasib, berpangku tangan atau menyalahkan kepada takdir. Itulah alasan yang dikemukakan oleh Aban (45), yang memiliki cacat tubuh sejak lahir, sehingga bisa menikmati kehidupan sebagaimana dijalani orang normal pada umumnya. Ia kini memiliki sebuah usaha yang cukup memadai, yang ia sebut sebagai “bengkel berjalan”.
Bengkel unik karya Aban , tidaklah sama sebagaimana bengkel sepeda motor pada umumnya, menempati sebuah ruko atau bangunan. Bengkel Aban, berlokasi tidak menentu, lokasinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Peralatan bengkel dari mesin generator, mesin pompa dan segenap peralatan lengkap lainnya, ia bawa di atas sepeda motor yang didesain khusus.
Selain tempat yang didatangi berpindah-pindah. Bengkel Aban, juga terima panggilan.. Pekerjaan servis yang ia jalani sudah meliputi kerusakan berat, kerusakan sedang, sampat tambal ban sekalipun, siap dilayani. Hanya saja, bila ada sparepart yang tidak ia memiliki, konsumen lah yang ia minta membelikannya ke toko onderdil
Pekerjaan bengkel Aban berjalan ini, sudah dijalaninya lebih dari 10 tahun. Sebelumnya menggunakan kendaraan yang didesai khusus ini, ia sebenarnya sudah membuka bengkel berjalan, tetapi tidak dapat berjalan maksimal. Karena, peralatan yang dimilikinya pun terbatas, sehingga bengkel berjalan jilid satu sebelumnya, lebih banyak diisi dengan kegiatan tambal ban.
“Karena fasilitas tidak memadai, yang datang pun hanya orang yang hendak tambal ban. Meski sebenarnya, peralatan untuk tambal waktu itu pun masih terbatas, memakai pompa tangan. Pulang perginya pun harus naik ojek, sehingga biayanya membengkak”, ujar Aban.
Dengan keterbatasan-keterbatasan, Bengkel Berjalan jilid satu ini, tetap ia tekuninya dengan baik. Ia bertekad dalam hati, suatu saat ingin membuat Bengkel Berjalan jilid dua, menggunakan kendaraan bermotor yang didesain khusus, yang diisi peralatan lengkap.
Dengan keyakinan yang mantap diserjati kerja keras tak mengenal lelah, impian Aban, terkabul. Ia akhirnya memiliki kendaraan yang didesain khusus, sesuai kondisi tubuhnya, serta bisa memuat peralatan bengkel yang lengkap. Sebelum menekuni pekerjaan bengkel sepeda motor, sebelum bengkel jilid satu, ia menjadi tukang jahit jaring ikan. Sampai pada suatu ketika ia ditawasi Kursus Bengkel Sepeda motor gratis yang diadakan Depnaker. “Setelah kursus itu, saya bertekad membuka bengkel, apapun keadaannya. Waktu itu, diberi beberapa alat dan uang dari tempat kursus. Kalau tidak buka kursus, percuma saya ikut kursus. Maka saya memberanikan diri”, ujarnya.
Saat ini Aban tinggal di Kampung Sawahan Kelurahan Pelaihari. Sebelumnya ia tinggal di Kecamatan Kintap (saat menjadi penjahit jaring ikan). Kedua kakinya mengalami kecacatan, sehingga pekerjaan yang dapat dijalaninya adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan duduk. Ia dapat saja memindahkan tubuhnya dalam jarak pendek, tetapi dengan cara “ngesot”. Itu yang dijalaninya saat “bertugas” melakukan pekerjaan service sepeda motor sehari-hari. Pekerjaan ini benar-benar menjadi tulang punggung kehidupan keluarganya.
“Dengan pekerjaan sekarang ini, kebutuhan keluarga, bisa terpenuhi. Saya bisa hantarkan anak saya, sampai ke perguruan tinggi. Anak pertama saya, sudah kuliah di IAIN. Dua semester lagi, sudah lulus. “, ujar Aban mengakhiri percakapan.
Ibu, adalah sebuah kata yang istimewa.Banyak versi untuk menyebut seorang ibu: mama, bunda, emak, mami, embok, ummi, mother, dan lmasih banyak lagi. Namun essensinya, beliau adalah seorang perempuan mulian yang telah menggadaikan nyawanya sewaktu melahirkan kita dan mengorbankan seluruh hidupnya untuk membesarkan, menyayangi, mencintai, dan mengantarkan anak-anaknya menuju gerbang kedewasaan untuk menjadi manusia yang dewasa dan sempurna.
Bagi saya, sosok seorang ibu, adalah sosok seorang wanita yang paling cantik, kuat, tegar, dan penuh cinta. Kepadanya saya mengadu, kepadanya saya meminta, merengek, menangis dan berharap. Dia yang mendidik tentang nilai-nilai kebaikan dan perjuangan. Dia yang memberikan contoh sampai akhir hidupnya ketika tubuh tuanya yang renta sudah tidak sanggup lagi menanggung beban. Tapi kasih sayangnya terus tercurahkan kepada seluruh anak-anaknya.
Sambil bersimpuh dihalaman masjid Nabawi ini, kupersembahkan sepenggal puisi untuk Ibu tercinta:
Ibu
Wajahmu yang teduh dan cantik selalu terkenang dalam kalbu
Engkau yang telah melahirkan daku
Membesarkan dan menyanyangiku selalu
Dari masa kecil, bahkan sampai ajal menjemputmu
Masih terkenang belaian tanganmu
Ketika aku terlelap dalam buaian sayang
Masih terbayang airmatamu berderai
Ketika melepasku merantau ke tanah seberang
Tidak terasa waktu berjalan bak cahaya
Dan engkaupun selalu mendukung dengan doa dan airmata
Ketikaku beranjak kian dewasa
Dengan airmata doa pula kau serahkan aku pada seorang wanita
Kini yang tinggal hanyalah kenangan dalam dada
Akan belaian yang mesra dan kata-kata bijaksana
Hanyak kepada sang pencipta aku dapat berdoa
Agar engkau tetap bahagia di alam sana
Oh ibu
Maafkanlah anakmu ini
Jika sewaktu hidupmu
Banyak sudah kesalahan yang kuperbuat
Namun cintamu tak pernah habis
Tercurahkan sampai akhir hayatmu.
Madinah Juli 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)